Padang. liputansumbar.com
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, secara resmi melepas ekspor produk ekstrak Gambir ke Negara India yang dilakukan oleh PT Salimbado Jaya Indonesia (SJI). Perusahaan yang dimiliki pengusaha muda asal Payakumbuh, Sepdi Tito, itu mengirim 27 ton Gambir ke pasar India. Acara tersebut turut dihadiri Menteri Perdagangan RI, Dr. Budi Santoso Selasa, 18/11- 2025.
Dalam sambutannya, Gubernur Mahyeldi menyampaikan apresiasi atas langkah berani SJI yang menjadi bagian penting dalam menggerakkan hilirisasi Gambir Sumatera Barat. Ia menegaskan bahwa komoditas sederhana ini menyimpan potensi luar biasa bagi ekonomi masyarakat.
“Gambir ini bentuknya sederhana, kecil, tampak biasa saja. Tapi nilainya luar biasa. Produksi Gambir Sumbar saat ini mencapai 16.000–20.000 ton per tahun. Dan pasar terbesar kita masih India. Sumatera Barat bahkan memasok sekitar 80 persen kebutuhan Gambir dunia,” ujar Mahyeldi.

Gubernur juga menjelaskan bahwa di balik komoditas Gambir terdapat senyawa aktif penting bernama catechin, yakni antioksidan kuat dengan nilai ekonomi tinggi yang kini mulai dilirik dunia.
Ia memaparkan bahwa meski catechin bisa ditemukan pada komoditas lain seperti teh atau kakao, namun kadar tertinggi justru terdapat pada Gambir Sumbar, menjadikannya bahan baku berharga yang diburu pasar internasional.
Mahyeldi menyinggung persoalan menurunnya harga dan kuantitas ekspor Gambir mentah ke India dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, hal ini dipicu oleh hadirnya pabrik pemurnian catechin di Indonesia, termasuk di Padang dan Kabupaten Lima Puluh Kota.
Pabrik tersebut, yang dimiliki oleh pembeli Gambir dari India, kini memurnikan Gambir langsung di Indonesia dan mengekspor catechin 99% ke negaranya. Kondisi ini membuat pabrik di India kesulitan bersaing.
Namun, Gubernur menyoroti satu persoalan besar: belum adanya regulasi khusus terkait produk catechin sebagai barang jadi. Di dokumen ekspor, catechin masih menggunakan HS Code Gambir mentah, sehingga menyebabkan ketimpangan persaingan dengan industri di India.

Mahyeldi menyampaikan mimpi besar agar catechin Gambir Sumbar dikenal dunia layaknya ginseng Korea, bukan hanya sekadar bahan baku gutkha atau pan masala di India.
“Kenapa Ginseng Korea bisa mendunia? Karena mereka membangun nilai tambahnya. Kita juga bisa. Saya membayangkan suatu hari artis Korea berkata: ‘Saya pakai skincare catechin Gambir dari Indonesia’,” ucapnya disambut tepuk tangan hadirin.
Gubernur juga membagikan perhitungan bahwa produksi catechin di Indonesia dapat menekan biaya hingga Rp 280 juta per 25 ton dibanding memurnikannya di India.
Mahyeldi mendorong anak muda Minang untuk tidak takut bertani dan menjadi pengusaha. Menurutnya, ekspor kini bisa dimulai dari laptop dan gawai melalui perdagangan digital global.
“Kalau pasar belum terbuka, kita yang harus membuka. Yang sulit bukan proses ekspornya, tapi membangun kepercayaan buyer,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa masa depan Gambir adalah pada hilirisasi, bukan sekadar menjual bahan mentah.
“Hari ini kita melepas bukan hanya ekspor 27 ton Gambir, tetapi juga semangat baru. Petani, pengusaha, peneliti—semuanya bersatu. Mulai hari ini, mari kita tanam bukan hanya Gambir, tapi juga ilmu, semangat, dan harapan. Dunia harus mengenal catechin Gambir dari Sumatera Barat,” pungkas Mahyeldi.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso memberi apresiasi kepada PT SJI dan menyatakan dukungan penuh pemerintah pusat terhadap pengembangan hilirisasi Gambir sebagai komoditas unggulan Indonesia.(ws)








