Payakumbuh, liputansumbar
Langkah tegas Pemerintah Kota Payakumbuh melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dalam menerbitkan Surat Perintah Bongkar (SPB) terhadap bangunan liar di atas fasilitas umum menuai sorotan. Pasalnya, kebijakan ini muncul hanya berselang singkat setelah kepala daerah belum 100 hari kerja, memunculkan kecurigaan publik akan adanya upaya “cari panggung” dan pencitraan birokrasi.
Kepala Dinas PUPR Payakumbuh, Muslim, pada Selasa (06/05/2025) menyatakan bahwa SPB dikeluarkan sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan tata ruang. Namun, momentum penertiban ini dianggap janggal oleh sebagian pihak, mengingat banyaknya bangunan liar yang sudah lama berdiri tanpa tindakan berarti.
Penertiban ini didasarkan pada Petunjuk Teknis Kementerian ATR/BPN Nomor 5 Tahun 2023 tentang pengenaan sanksi administratif, Perda Kota Payakumbuh Nomor 1 Tahun 2020 tentang Ketenteraman dan Ketertiban Umum dan Perwako Nomor 82 Tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Bangunan.
“Surat Perintah Bongkar sudah kami terbitkan. Pemilik bangunan diberikan waktu 7 x 24 jam untuk membongkar sendiri bangunannya,” ujar Muslim. Ia menambahkan bahwa tindakan ini merupakan tindak lanjut dari berbagai peringatan yang sebelumnya telah diberikan secara lisan dan tertulis.
Namun, sejumlah tokoh masyarakat mempertanyakan kenapa penertiban baru digencarkan sekarang, setelah sekian lama terkesan dibiarkan. “Kalau memang ada komitmen dari awal, kenapa baru sekarang? Ada kesan ini cuma ingin menunjukkan gebrakan dalam 100 hari kerja era kepala daerah baru. PUPR seperti ingin tampil heroik,” ujar salah satu tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Penertiban ini menyasar bangunan-bangunan liar yang berdiri di atas trotoar, saluran irigasi, drainase, hingga ruang terbuka hijau—lokasi yang jelas melanggar fungsi dan peruntukan fasilitas umum. Meski secara hukum langkah ini dibenarkan dan didasari regulasi seperti Perda Kota Payakumbuh Nomor 1 Tahun 2020 serta Petunjuk Teknis Kementerian ATR/BPN, publik tetap bertanya-tanya mengapa tindakan tegas baru dilakukan sekarang.
“Kalau dalam tujuh hari bangunan tidak dibongkar, maka akan kami bongkar secara langsung,” tegas Muslim. Penertiban dijadwalkan berlangsung dari Selasa hingga Kamis di ruas-ruas jalan utama kota.
Asisten II Walikota, Wal Asri, turut mendukung langkah ini dan menegaskan bahwa penegakan aturan tidak mengenal kompromi. “Tidak ada istilah tebang pilih dalam proses ini,” ujarnya.
Meski langkah ini diklaim untuk menegakkan ketertiban, sejumlah pihak berharap pemerintah juga terbuka terhadap kritik dan introspeksi soal penanganan bangunan liar selama ini. Jangan sampai penertiban ini hanya menjadi panggung sesaat untuk mengesankan perubahan, tanpa menyentuh akar masalah tata ruang dan lemahnya pengawasan selama bertahun-tahun.(ws)