Payakumbuh,liputansumbar.com
Dunia kontraktor dan birokrasi di Kota Payakumbuh mendadak panas usai pernyataan tegas Wali Kota Zulmaeta dalam kunjungannya ke dua proyek strategis kota: lanjutan normalisasi Batang Agam dan pembangunan Puskesmas Parik Rantang, Senin (16/06/2025).
Dalam kesempatan itu, Zulmaeta menegaskan bahwa dirinya tidak akan mentolerir segala bentuk gratifikasi, pungutan liar (pungli), maupun “setoran” dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah.
“Kerja yang baik, sesuai spesifikasi, dan utamakan kualitas. Tidak ada ruang untuk permainan kotor dalam proyek kita. Jika ketahuan, baik pemberi maupun penerima akan diproses!” tegas Zulmaeta, disampaikan di hadapan Kepala Dinas PUPR, Kepala Bappeda, dan Inspektur Kota Payakumbuh yang turut mendampinginya.
Ia juga menjelaskan bahwa sistem pengadaan sudah dilakukan secara terbuka melalui LPSE, sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, Pemko Payakumbuh diklaim tengah memperketat sistem pengawasan terhadap pelaksanaan proyek-proyek strategis agar benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Namun pernyataan ini tak berlangsung tanpa reaksi.
Hendra, seorang pengamat politik lokal, menyambut baik sikap Wali Kota.
“Statemen Wako Zulmaeta tentang integritas dan transparansi adalah angin segar. Tapi tantangannya adalah menerapkannya di seluruh OPD. Selama ini, permainan fee justru datang dari dalam birokrasi sendiri, terutama dalam proyek penunjukan langsung (PL), praktik fee 10% sudah jadi tradisi,” ungkap Hendra blak-blakan.
Dukungan setengah hati juga datang dari kalangan kontraktor yang tergabung dalam Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) Kota Payakumbuh. Seorang anggota jasa konstruksi yang enggan disebutkan namanya menuturkan:
“Praktik setor fee itu sudah jadi rahasia umum. Bukan hanya soal harga dalam tender, tapi juga soal ‘siapa yang kita dekati’. Kami berharap Pak Wako paham dan mulai memikirkan bagaimana kontraktor lokal mendapatkan porsi yang adil. Kadang kami cuma jadi penonton, sementara pekerjaan jatuh ke ‘titipan’. Duduk bersama dan berdiskusi, itu yang kami harapkan. Jangan hanya lapor pajak tiap tahun tapi kerjaan tak pernah datang.”
Gebrakan Zulmaeta dinilai sebagian pihak sebagai langkah berani untuk menghentikan budaya lama yang membusuk dalam sistem pengadaan proyek pemerintahan. Namun sebagian lainnya mempertanyakan, apakah pernyataan ini akan benar-benar ditindaklanjuti secara nyata, atau hanya sekadar retorika.
Kini, mata publik tertuju pada langkah-langkah lanjutan Pemko Payakumbuh. Apakah integritas bisa ditegakkan tanpa kompromi, atau kembali tenggelam dalam pola lama?(ws)